Legenda Tuan Tapa dan Putri Naga
” Alkisah,
dizaman dahulu kala, di Aceh Selatan hidup sepasang naga . Sepasang naga ini,
memiliki anak perempuan yang bernama Putri Naga atau Putri Bungsu. Putri ini
cantik jelita. Putri nan rupawan ini, menurut cerita didapat dari laut
kepas disaat selesai badai dahsyat yang menenggelamkan sebuah kapal dari
daratan cina.
Konon, pada
saat itu, sepasang naga tersebut sedang menyusuri lautan yang bergelombang. Si Naga
jantan tiba-tiba berhenti, tertegun memperhatikan sebuah titik hitam
di tengah laut. Titik hitam itu menarik perhatiannya. Lamat-lamat titik hitam
itu kian mendekat ke arah sang naga disebabkan oleh arus gelombang laut. Si
Naga Jantan dan Betina terus memperhatikan titik hitam itu. Ketika titik hitam
itu semakin mendekat, Sang Naga melihat adanya kayu pecahan dari sebuah kapal
dan diantara kayu-kayu tersebut terdapat seorang bayi mungil tersangkut diatas
kayu yang mengapung.
Bayi mungil ini
terapung-apung dipermainkan ombak hingga akhirnya sepasang naga itu menolong
dan mengasuhnya disarang mereka. Karena sepasang naga tersebut tidak mempunyai
keturunan lalu bayi mungil itu mereka jadikan sebagai anak pungut dan diberi
nama dengan Putri Bungsu atau lebih dikenal dengan nama Putri Naga. Syahdan,
sepasang naga dan si putri bungsu mendiami sebuah daratan disekitar Desa Batu
Itam (nama sekarang-red) Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan.
Memang pada
masa itu memang sering terlihat masuknya kapal – kapal dagang dari negeri asing
ke wilayah Aceh Selatan untuk membeli rempah-rempah yang tumbuh subur didaerah
tersebut. Menurut cerita, nilam, cengkeh dan pala merupakan komoditi yang
paling banyak terdapat di daratan Aceh Selatan, makanya lalu lintas perairan
dikawasan itu cukup ramai.
Kembali
kecerita, Sepasang naga itu sangat senang mendapatkan putri berbentuk manusia.
Dengan suka cita sepasang naga tersebut mengasuh dan merawat si putri.
Sementara itu, setelah selamat dan menepi kedarat orangtua kandung si Putri
(asal dari cina -red) begitu sedih kehilangan buah hatinya setelah
perahu mereka kandas dihempas badai dahsyat. Mereka berpikir bahwa anak
perempuan kesayangannya sudah hilang tenggelam dalam laut, sehingga dengan
perasaan pilu (menurut cerita) merekapun kembali kenegeri asal dengan menumpang
kapal dagang lain.
Kedua Naga itu
sangat menyanyangi putri pungut mereka. Bahkan, Naga betina selalu
memeluk putri kecil itu dalam cengkeramnya agar tidak hilang. Layaknya
anak-anak, Putri bungsu setelah sadar dari pingsannya, ketakutan dan menangis
sejadi-jadinya begitu melihat sosok Naga yang menyeramkan. Walaupun sedih,
sepasang naga tersebut berupaya agar Putri bungsu tidak merasa ketakutan dan
mau menerima mereka sebagai keluarga barunya. Seiring waktu, Putri bungsu
akhirnya menerima keadaannya dan bergaul dengan hangat dengan sepasang naga
tersebut.
Saking
sayangnya pada Putri Bungsu, naga jantan menciptakan tempat bermain
nan indah di gunung itu. Mulai dari tempat pemandian si putri hingga tempat –
tempat lainnya dipenuhi agar Putri Bungsu suka dan tidak pergi dari mereka.
Semua Semua itu dilakukan agar Putri Bungsu betah tinggal bersama mereka.
Begitulah,
sementara itu waktu terus bergulir. Putri Bungsu pun sudah merangkak remaja.
Kedua ekor naga tersebut sangat memuji akan kecantikan Putri Bungsu. Matanya
sedikit sipit, kulit yang putih serta pembawaannya yang anggun membuat sepasang
naga makin sayang kepada Putri Bungsu. Mereka sangat memanjakan sang putri.
Sementara itu, Putri Bungsu yang bertahun-tahun tinggal dan menetap bersama dua
ekor naga dalam sebuah gua mulai merasa tidak betah. Berkali-kali dia meminta
pada ‘orangtua asuhnya’ agar diperkenankan untuk melihat daratan dan melihat
orang-orang, namun kedua naga tidak menyetujui. Dalam anggapan mereka, apabila
si putri diizinkan keluar, maka kemungkinan untuk ditinggalkan sudah tentu ada.
Itulah sebabnya Putri Bungsu tidak pernah dibawa ke daratan.
Hingga pada
suatu hari, Putri Bungsu bertekat untuk segera meninggalkan kediaman orang tua
asuhnya tersebut. Niat untuk melarikan diri ini pun dirancang dengan matang
sehingga kedua naga yang cerdas itu tidak mengetahui. Hari demi hari terus
berlalu, Putri Bungsu yang jelita semakin patuh pada aturan sang naga. Hal ini
membuat sepasang naga yakin dan percaya bahwa si putri tidak akan meninggalkan
mereka. Oleh karena itu, sering terlihat sepasang naga pergi mengarungi lautan
dan meninggalkan Putri Bungsu sendiri di goa kediaman mereka.
Putri Bungsu
bukanlah gadis yang bodoh. Walaupun sering ditinggalkan sendiri sehingga
peluang untuk pergi terbuka, tapi demi menjaga kepercayaan sang naga kepadanya,
dia membiarkan keadaan tersebut berlangsung. Bahkan, pada suatu hari ada
terlihat sebuah kapal yang melaju agak dekat dengan kediamannya. Dalam hatinya
merasa sangat gembira manakala terlihat olehnya manusia-manusia yang berpakaian
rapi berdiri dianjungan kapal. Saat itu dengan berani, Putri Bungsu mulai
sering menampakkan diri dipenggir goa agar kehadirannya disitu menjadi
perhatian setiap kapal yang lewat.
Hingga pada
ketika, disaat sepasang naga berpamitan untuk pergi agak lama sehingga harus
meninggalkan sang putri sendirian digoa. Putri Bungsu sangat girang karena
dalam kurun waktu tersebut, rencana untuk melarikan diri akan terlaksana.
Begitulah, setelah puluhan kilometer naga berlalu, ada sebuah kapal berlayar dan
kebetulan sudah menyaksikan keelokan sang putri dan nakhkoda kapal pun segera
bersandar didekat pulau itu kemudian membawa Putri Bungsu berlayar. Biasanya,
setiap kapal tidak berani dekat-dekat dengan pulau tersebut karena sering
bertiup angin kencang dan sering membuat awak kapal sangat kerepotan menjaga
agar tidak tenggelam. Hal ini disebabkan oleh ulah kedua naga itu yang tidak
ingin tempat mereka didekati.
Setelah Sang
Putri berlayar, ditempat lainnya, Naga betina merasa hatinya tidak nyaman
sehingga memutuskan untuk kembali kekediaman mereka. Namun betapa bingungnya
kedua naga itu karena keberadaan putri bungsu tidak terlihat. Seluruh sudut
pulau itu mereka susuri namun Putri Bungsu sudah hilang. Naga Betina sangat
sedih sementara itu naga jantan marah.
Akhirnya
diputuskan untuk mencari Putri Bungsu dilautan lepas. Sasaran mereka adalah
kapal-kapal yang lewat. Kebetulan dilautan terlihat sebuah titik hitam yang
melaju dekat dengan sebuah pulau besar. Dengan segera kedua naga tersebut
mengejarnya. Setelah mengintai, mereka melihat Putri Bungsu berada disana.
Kedua naga sangat marah, mengira Putri mereka diculik manusia sehingga kapal
dan seluruh penumpang menjadi terancam. Dengan ketakutan, seluruh penumpang
kapal berteriak – teriak. Angin membawa teriakan mereka pada sebuah goa yang
bernama Goa Kalam. Didalamnya terdapat seorang tua yang sedang bertapa. (Tidak
ada keterangan yang jelas siapa nama sebenarnya dari tokoh ini-red). Orang tua
ini disebut dengan Tuan Tapa. Tuan tapa yang mendengar jeritan dan teriakan
ketakutan merasa tidak tentram. Lalu, Tuan tapa mengambil tongkatnya dan keluar
dari goa. Dengan kesaktiannya, Tuan Tapa melihat dengan jelas ditengah lautan
terjadi perkelahian antara sepasang naga dengan penumpang kapal.
Tanpa menunggu,
Tuan Tapa kemudian merubah ukuran tubuhnya menjadi besar. (menurut cerita, laut
didaerah Tapaktuan hanya sebatas pinggangnya -red). Setelah itu dengan pesat,
Tuan Tapa menengahi perkelahian yang tidak seimbang itu. Namun sepasang naga
yang sudah kalap berbalik menyerang Tuan Tapa. Karena terjadi gelombang besar
akibat gerakan sepasang naga itu, Kapal pun terlempar jauh. Perkelahian antara
sepasang naga dengan Tuan Tapa berlangsung seru. Bertubi – tubi kedua naga
menyemburkan api dari mulutnya sementara ekor dan cakar mereka tidak
ketinggalan menyerang. Begitulah, berkat kesaktian dari Tuan Tapa, semua
serangan sepasang naga berhasil diredam.
Akibat
perkelahian itu, Pulau besar yang berada ditengah laut pun hancur dan
terpisah-pisah menjadi 99 buah (selanjutnya disebut dengan Pulau
Banyak, pulau ini berada di kabupaten Aceh Singkil)
Hingga pada
suatu ketika, Tongkat Tuan Tapa berhasil mengenai tubuh naga jantan sehingga
hancur terberai. Darahnya memancar keluar, sebagian besar terpencar ke bagian
pesisir dan membeku (Selanjutnya tempat dimana darah naga itu tumpah
disebut dengan Desa Batu Sirah atau Batee Mirah). Sementara hati dan
jantungnya juga tercampak kepesisir (daerah ini disebut dengan desa
Batu Itam atau Batu yang menghitam -red). Naga Jantan mati dengan tubuh
hancur.
Melihat
pasangannya mati, Naga betina ketakutan lalu melarikan diri. Demi
menghindar dari kematian, Naga Betina yang panik lari tanpa tujuan dan menabrak
sebuah pulau lainnya sehingga pecah menjadi dua pulau (selanjutnya disebut
dengan Pulau Dua, berada diwilayah laut Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh
Selatan).
Sementara itu,
akibat dari pertempuran antara sepasang Naga dan Tuan Tapa, masih meninggalkan
jejak berupa tongkat. Setelah dipugar, Tongkat itu, dipercayai sebagai tongkat
Tuan Tapa.
Kemudian,
Bagaimana nasib sang Putri? menurut cerita, Sang Putri akhirnya kembali hidup
normal layaknya manusia dan hidup bahagia bersama kedua orangtuanya didaratan
cina.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar